Langsung ke konten utama

Postingan

KENAPA HARUS KE JOGJA?

Saya jarang sekali ke Jogja. Seumur hidup mungkin bisa dihitung dengan jari tangan saja saya berkunjung. Selain kotanya yang ramah, ada alasan lain yang bikin saya kangen kota istimewa ini. Yaitu sahabat-sahabat saya alumni Gontor tahun 2005.  Setiap kali saya main ke Jogja, mereka selalu menyambut hangat. Futsal, ngopi tipis-tipis, tajammu' , bisnis, politik sampai curhat  jadi satu. Persahabatan satu dekade silam, tidak lekang oleh waktu bahkan tidak luntur sedikit pun. Mereka mungkin paham betul arti lagu "Sahabat Sejati" Sheila on 7, dan mampu menebar pemahaman itu kepada siapa saja yang datang.  Walhasil, saya selalu rindu dan terhimbau untuk berada di sana akhir Oktober besok. Selamat dan sukses Silatnas 679, pada tanggal 27-29 Oktober 2017 di Jogjakarta.
Postingan terbaru

MANFAAT BELAJAR MUSIK PADA ANAK oleh Andreas Erick Haurissa

Ilustrasi anak-bermain musik. (Google) Pembelajaran musik pada anak ternyata memberikan banyak pengaruh baik pada anak. Oleh karena itu, sangat banyak orang tua yang mendorong anak-anaknya untuk belajar musik. Dalam belajar musik anak-anak dipacu kemampuannya secara ritmis dan nada.  Nah, apa saja manfaatnya bagi anak? Mari kita simak. Pengaruh musik pada anak secara umum, kita sudah mengetahui bahwa anak-anak dari lahir hingga enam tahun merupakan masa emas mereka. Anak-anak sudah dapat memberi tanggapan pada musik. Bahkan pada bayi sudah dapat memberi respon terhadap suara atau melodi dengan frekuensi yang berbeda. Pada masa anak-anak juga merupakan masa dimana mereka belajar mengenai dunia melalui bermain. Mereka akan banyak bersentuhan dengan objek lingkungan dan pengalaman-pengalaman lainnya. Bila musik dihadirkan, maka lingkungan musik yang kaya ini akan memperbanyak pengalaman anak-anak terhadap berbagai hal. Edwin Gordon menemukan bahwa paparan musik pada

MEESTER IN DE RECHTEN DARI TALAWI

Buku Muhammad Yamin, Penggagas Indonesia yang Dihujat dan Dipuji. Namanya tidak sepopuler Muhammad Hatta, tidak pula setenar Haji Agus Salim. Bahkan mungkin kalah pamor dengan tokoh nasional sekarang yang masih hidup. Dia adalah Muhammad Yamin. Nama terakhir di atas justru lebih dulu masuk memori saya sejak kecil. Saya lahir di Puskesmas Talawi jalan Prof. Muhammad Yamin SH. Sekolah pun di jalan yang sama. Tumbuh dan besar dengan melintasi dan menyeberang jalan nasional itu. Lari pagi, main sepeda ah.. terlalu banyak cerita saya di jalan itu. Waktu SD, karnaval 17 Agustus biasa di mulai dari makam Muhammad Yamin. Pemahaman saya tatkala itu biasa saja akan pahlawan nasional penulis novel sejarah, Gajah Mada (1948). Masa kecil saya bahkan sering main petak umpet di rumah gadang Yamin kecil tinggal. Tapi, seperti masyarakat setempat lainnya, semua hal besar itu biasa saja. Rasa takjub saya muncul ketika kuliah di Jakart a satu dekade silam. Kopi rangkiang dengan gelas temp

SAYA TENTANG BUYA HAMKA

Buya Hamka. (google) Siapa yg tak kenal Buya Hamka? Sastrawan terkemuka dari ranah Minang. Silahkan sebutkan apa yg identik dengan beliau? Beberapa akan menjawab "Dibawah Lindungan Ka'bah" atau mungkin "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck". Jawaban di atas merupakan karya legendaris Buya Hamka yg telah difilmkan. Ada lagi jawaban anda untuk beliau? Jika anda balik bertanya kepada saya, maka akan saya lontarkan 1 kata saja untuk Buya Hamka, yaitu kritis. Setiap karya sastranya, Buya Hamka selalu menitipkan pesan tersirat. Kalau lah mulut tak tajam menyayat, maka goresan tinta lah pisau beliau. Pada masanya, VOC yg menjajah negeri ini mengurung pribumi untuk bebas berpendapat. Belum lagi adat Minang yg kokoh berdiri tegap. Masa emas kejayaan sastra Minangkabau di abad 19 masehi memang tak bisa dipungkiri. Lahir banyak sastrawan dari sana. Salah satunya adalah Buya Hamka. Sepanjang karya beliau berpindah dari tangan ke tangan, mulut ke mulut, ba

BERSAHABAT DENGAN UJIAN

Santri Gontor menuju ruang ujian. (Facebook/Gontorgraphy) Manusia adalah makhluk yang tidak akan pernah lepas dari ujian. Semasa aku masih muda dulu, sering aku dengar kalimat bijak yang berbunyi “Ujian untuk belajar bukan belajar untuk ujian”. Artinya setelah ujian kita akan mengetahui kadar prestasi diri. Apakah kita bodoh atau pun bodoh sekali? Cobalah kita hitung selama hidup, berapa kali kita melaksanakan ujian? Entah itu di pendidikan formal atau non formal. Tak terhitung bukan? Namun semakin kita bertambah umur apakah semakin bertambah pula pemahaman kita dengan makna di balik ujian tersebut? Ujian bukan saja duduk hening di dalam kelas dengan menggoreskan tinta di selembar kertas menjawab soal yang telah disediakan oleh panitia ujian. Melainkan setiap kegiatan, setiap gerak bahkan mungkin setiap detak jarum jam dalam kehidupan kita adalah bentuk ujian. Saat ada sebuah duri di jalan yang dapat membahayakan dan kita lihat itu, bukankah itu bentuk soal ujian

MARCHING BAND UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER

Gema Nada Pelita di Detos Marching Kids Competition. (Istimewa) Tratap... Dumdum... Tratap... Dumdum... Suara itu terdengar bersamaan dengan iringan barisan yang rapi mengisi pawai acara 17 Agustus-an. Di belakang barisan itu tampak berbaris banyak murid sekolah, mulai dari SD, SMP dan SMA dengan berbagai macam pakaian. Lucu dan menggemaskan di barisan SD, semangat dan energik di barisan SMP, lugas dan dinamis di barisan SMA. Bayanganku terhenti sejenak. Tak terasa peristiwa itu masih melekat dalam ingatan meski sudah lebih dari satu dekade berlalu. Aku pernah ada dalam barisan itu dengan pakaian lengkap TNI Angkatan Laut. Memberi hormat kepada masyarakat yang menyaksikan dari sisi jalan, beberapa bahkan memotret. Jepret.. Hingga saat ini yang masih terus menemani hari-hariku adalah suara khas Marching Band. Tak kunjung hilang dalam ingatan 15 tahun silam. Saat pasukan Drum Band SMK latihan march melewati depan rumahku. Keluar dari rumah, aku tak bisa hanya menunggu di t

MERANTAU (BUKAN) SEPERTI MALIN KUNDANG

Bundaran HI. (google) Masih teringat pertengkaranku dengan kedua orang tuaku. Saat aku bersikeras kuliah di Jakarta, sementara mereka minta kuliah di Padang saja. Lebih dekat, banyak teman dan hemat biaya. Aku berada dalam posisi terjepit. Pastinya mereka lebih memikirkan faktor biaya. Adik-adikku masih sekolah yang seharusnya aku biayai. Saat adu mulut itu kedua adikku pun terdiam sembari melihatku sesekali. Dalam hatiku mereka iba mendapat uda mereka dimarahi. Malam itu beda. Pilihan merantau atau birrul walidain. Sebelum tidur aku ingat dengan pepatah  Arab yang pernah ku hafal. “ Saafir tajid ’iwadhan amman tufaariquhu”. Berjalanlah/bepergianlah niscaya kamu akan mendapatkan ganti dari yang kamu tinggalkan. Sejenak aku menyiapkan argumentasi kuat dan lebih sopan kepada orang tuaku. Islam mengajak umatnya untuk tidak diam dirumah atau menganggur.  Allah menjadikan siang untuk bekerja, maka gunakanlah sebaik mungkin. Makna safar yang dimaksud adalah pergi lama